Peran Indonesia dalam Penyelesaian Konflik Laut China Selatan
Oleh: Mohammad Fathur Rozi
Konflik Laut China Selatan merupakan tantangan bagi stabilitas keamanan pada Kawasan Asia terutama Asia Tenggara, termasuk Indonesia, yang secara langsung berhadapan dengan masalah tersebut. Konflik ini menjadi ancaman bagi pertahanan Indonesia karena lokasi yang diperebutkan berada di dekat perbatasan Indonesia dan berbagai negara Asia Tenggara lainnya. Selain itu, konflik ini juga menjadi salah satu isu politik yang fenomenal dan menjadi isu yang sangat penting untuk diselesaikan pada kawasan ASEAN. Oleh karena itu, Indonesia dalam posisi sebagai negara yang memperjuangkan kepentingannya, berupaya menyelesaikan konflik tersebut. Tulisan ini berfokus pada dua hal, yaitu bagaimana gambaran umum dari konflik Laut China Selatan sehingga menjadi potensi ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia dan bagaimana peran Indonesia dalam upaya penyelesaian konflik tersebut. peran Indonesia masih dalam tingkat pengelolaan konflik. Hal ini disebabkan oleh hambatan internal berupa posisi tawar Indonesia yang relatif lebih lemah dibanding negara yang bersengketa maupun hambatan eksternal berupa perbedaan pendekatan penyelesaian dan keterlibatan pihak-pihak asing yang turut memperkeruh dinamika konflik Laut China Selatan
Konflik Laut China Selatan
Perkembangan lingkungan strategis saat ini semakin cepat, salah satu fokus yang menjadi perhatian dunia internasional saat ini adalah kasus perebutan klaim Laut China Selatan (LCS). Banyak negara yang terlibat di dalam sengketa ini, seperti China, Taiwan, Filipina, Vietnam, Brunei Darussalam dan Malaysia. Laut China Selatan diperebutkan oleh banyak negara di atas dikarenakan di wilayah ini memiliki potensi sumber daya alam yang menjajikan oleh 6 negara.
Konflik ini bermula dari adanya pernyataan Pemerintah RRC yang mengklaim hampir seluruh wilayah perairan Laut China Selatan yang didasarkan pada teori nine dash line, sedangkan pengertian nine dash line merupakan sembilan titik imajiner yang menunjukkan klaim China atas hampir seluruh Laut China Selatan. Berikut ini adalah gambar peta nine dash line yang dimaksud.
Gambar 1 Peta Nine Dash Line
Berdasarkan teori tersebut membuat China menyatakan status pulau-pulau yang berada di kawasan Laut China Selatan masuk dalam wilayah teritorialnya. Hal tersebut membuat negara-negara di sekitar kawasan tersebut seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam dan Malaysia marah dikarenakan mereka juga mengklaim bahwa sebagian wilayah LCS merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif mereka. Klaim tumpang tindih wilayah di LCS tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan di antara pihak yang bersengketa, bahkan sempat terjadi konflik militer yang menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi pada konflik antara Angkatan Laut China dan Vietnam di Johnson Reef di Kepulauan Spratly pada Maret 1988 yang menewaskan lebih dari 70 pelaut Vietnam. Konflik militer pertama antara China dan Vietnam pernah terjadi sebelumnya pad tahun 1974 di Kepulauan Paracel yang menewaskan 18 tentara China. Konflik militer kedua antara China dan Vietnam mengandung arti penting karena selain menunjukkan supremasi China di Spratly, juga membawa dua perkembangan yang saling berhubungan yang mempunyai konsekuensi terhadap stabilitas kawasan ini di masa depan.
Berdasarkan teori tersebut membuat China menyatakan status pulau-pulau yang berada di kawasan Laut China Selatan masuk dalam wilayah teritorialnya. Hal tersebut membuat negara-negara di sekitar kawasan tersebut seperti Filipina, Vietnam, Taiwan, Brunei Darussalam dan Malaysia marah dikarenakan mereka juga mengklaim bahwa sebagian wilayah LCS merupakan bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif mereka. Klaim tumpang tindih wilayah di LCS tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan di antara pihak yang bersengketa, bahkan sempat terjadi konflik militer yang menimbulkan korban jiwa, seperti yang terjadi pada konflik antara Angkatan Laut China dan Vietnam di Johnson Reef di Kepulauan Spratly pada Maret 1988 yang menewaskan lebih dari 70 pelaut Vietnam. Konflik militer pertama antara China dan Vietnam pernah terjadi sebelumnya pad tahun 1974 di Kepulauan Paracel yang menewaskan 18 tentara China. Konflik militer kedua antara China dan Vietnam mengandung arti penting karena selain menunjukkan supremasi China di Spratly, juga membawa dua perkembangan yang saling berhubungan yang mempunyai konsekuensi terhadap stabilitas kawasan ini di masa depan.
Peran Indonesia
Indonesia saat ini memainkan peranan yang sangat penting dalam penyelesaian sengketa ini. Peran strategis Indonesia sendiri sudah berjalan dari beberapa tahun yang lalu. Pada tahun 1990 Indonesia menginisiasi sebuah workshop yang berjudul Workshop on Management of Potential Conflict in the South China Sea. Kemudian di tahun 2002 di Kamboja Indonesia sebagai inisiator pembentukan Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) hingga sampai sekarang ini di tahun 2019 Pemerintah Indonesia berperan aktif dalam mendorong negara-negara yang bersengketa menyetujui kode etik Laut China Selatan. Adapun peta jalan upaya yang telah dilakukan Indonesia selama ini adalah sebagai berikut :
Gambar 2 Peta Jalan Upaya Indonesia
Pemerintah Indonesia optimis bahwa negosiasi antara ASEAN dengan Tiongkok soal kode etik di Laut Tiongkok Selatan bisa selesai dalam tiga tahun mendatang, terhitung pasca pertemuan tingkat tinggi antara kedua pihak di Singapura pada November 2018. Optimisme itu didasari atas kesepakatan masing-masing kepala negara pada KTT bulan November 2018. Rancangan tunggal teks negosiasi kode etik Laut China Selatan (Single Draft South China Sea Code of Conduct Negotiating Text) mencakup setidaknya lima fokus utama soal persengketaan tersebut, yaitu meliputi: (1) ruang lingkup geografis Laut China Selatan; (2) upaya penyelesaian sengketa; (3) kewajiban untuk berkooperasi dalam pelestarian lingkungan maritim; (4) peran pihak ke-tiga di Laut China Selatan dan; (5) legal status code of conduct.
Mengutip pernyataan Ibu Menlu Republik Indonesia mengatakan bahwa “Kerangka Code of Conduct sudah disepakati. Dalam pertemuan ASEAN-CHINA pada November lalu, telah disepakati bahwa perundingan penyelesaian CoC South China Sea ditargetkan selesai dalam tiga tahun mendatang. Beliau juga mengatakan bahwa kode etik sangat diperlukan sebagai pedoman untuk menjaga stabilitas dan keamanan kawasan. Menurutnya, keamanan Asia Tenggara dan sekitarnya merupakan kepentingan Indonesia dan seluruh negara anggota ASEAN.26 Berdasarkan hasil wawancara dengan Prof. Xu Liping dari CASS mengatakan bahwa Indonesia sangat penting bagi China dalam bidang pertahanan dan keamanan yaitu: (1) sebagai mitra pertahanan; (2) sebagai faktor penting penjaga keamanan Asia Tenggara karena Indonesia tidak memiliki sengketa dengan Tiongkok; dan (3) sebagai mitra dalam melawan ancaman non-tradisional (non traditional threats). Atas dasar inilah maka Indonesia selalu dijadikan mediator di negara-negara ASEAN dalam menyelesaikan sengketa ini. Indonesia punya pengalaman bagus dalam membantu penyelesaian sengketa-sengketa antar negara di dunia. Indonesia sebagai saudara tua di ASEAN selalu mendorong para negara anggota ASEAN untuk menyepakati kode etik Laut China Selatan.